Andi Dahrul, Sekjen PERWIRA-LPMT
Matahari berarak perlahan ke ufuk barat, menyelimuti Pantai Losari dalam semburat jingga yang magis. Pada Minggu, 5 Januari 2025, suasana di tepian pantai itu terasa berbeda. Hiruk pikuk pembangunan yang menggubah lanskap Losari menjadi penuh dengan gedung-gedung menjulang, tidak menyurutkan semangat para wija yang berkumpul. Di tengah perubahan zaman yang menantang, mereka datang dengan satu harapan: merawat tradisi, menyongsong harmoni, dan melangkah dalam bingkai Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka (PERWIRA-LPMT).
Di bibir pantai, KM. Phinisi Kita bersandar dengan megah, membawa janji perjalanan bermakna. Jadwal keberangkatan yang seharusnya pukul 17.00 tertunda setengah jam. Namun, waktu itu tidak terbuang percuma, melainkan menjadi ruang menunggu yang penuh kehangatan, di mana cerita-cerita kecil bertebaran di antara para wija yang baru tiba. Mereka, dengan hati penuh rindu, berbondong-bondong menuju kapal, bersiap memulai rapat kerja yang bukan sekadar pertemuan, tetapi sebuah perjalanan spiritual, budaya, dan intelektual.
Ketika jarum jam menunjuk pukul 17.30, kapal perlahan memisahkan diri dari bibir Losari. Suara ombak yang lembut berpadu dengan angin pantai, seakan membisikkan doa perjalanan. Di atas dek kapal, para wija disambut oleh Rizdanial Novendry, MC andalan PERWIRA-LPMT, yang dengan lantang namun penuh kehangatan membuka acara. “Mengarungi Samudra, Merawat Tradisi, Menyongsong Harmoni,” begitulah tema yang mengalun, menegaskan komitmen perjalanan ini.
Ketua panitia, Andi Pallawa Gau, atau lebih akrab dipanggil Andi Unggun, mengambil alih panggung. Dengan kearifan khas budaya Bugis-Makassar, ia memulai laporannya dengan pantun, memecah suasana menjadi penuh keakraban. Ia berkata:
“Berlayar kita sambil menanti senja,
Angin pantai membawa cerita.
Di Phinisi ini mari kita berjeda,
Untuk bersama menjaga budaya.”
Pantunnya sederhana, tetapi penuh makna. Para wija terhipnotis oleh caranya berbicara, menciptakan suasana yang sejuk dan bersahabat hingga akhir laporannya. Setiap kata mengalir seperti aliran sungai, membawa para peserta menyelami hakikat dari kegiatan ini.
Di tengah perjalanan, saat kapal bergoyang lembut mengikuti gelombang, tibalah giliran Muhammad Sapri Andi Pamulu, Ketua Umum PERWIRA-LPMT, untuk memberikan arahannya. Suaranya lantang namun mengandung kelembutan seorang pemimpin. Ia memulai dengan sebuah pesan mendalam.
“Dalam setiap langkah yang kita ambil, dalam setiap jejak yang kita tinggalkan, budaya kita adalah jiwa yang harus kita jaga. Tanpa tradisi, kita kehilangan akar, tanpa akar, kita kehilangan arah.”
Pesan itu seperti angin laut yang sejuk, menyelinap ke relung hati setiap wija. Ia berbicara tentang pentingnya menjaga komitmen dalam pemajuan kebudayaan. Tidak hanya itu, ia memotivasi setiap individu untuk terus melahirkan karya, karya yang tidak hanya membangun identitas tetapi juga menguatkan solidaritas.
Perjalanan Pemikiran
Dalam sesi diskusi yang dipandu Prof Muh Yusuf dengan jam terbang tidak diragukan membawa susana semakin akrab, para tokoh berbagi pandangan. Andi Baso Hamid, Pemangku Adat Bone, mengingatkan pentingnya merekam jejak sejarah Puatta La Patau Matanna Tikka. Ia menegaskan bahwa nilai-nilai kearifan yang ditinggalkan oleh Puatta adalah warisan tak ternilai yang harus dirawat. Pandangannya disambut anggukan penuh penghormatan dari para peserta.
Andi Tantu Galib menyampaikan pendapatnya dengan tegas. Ia menekankan bahwa organisasi ini harus semakin solid. “Kita harus membangun SDM yang tangguh, agar organisasi bisa berdiri kokoh tanpa selalu menggantungkan kehadiran ketua umum,” ujarnya. Kata-katanya menjadi pendorong bagi semua wija untuk saling memperkuat dan berbagi peran.
Di sisi lain, Andi Iwan Alamsyah Datu Luwu, dan Andi Rugaiyah menambahkan pandangan yang senada. Mereka menyoroti tantangan zaman yang semakin kompleks dan bagaimana organisasi harus terus berbenah. Mereka mengingatkan bahwa tradisi tidak hanya untuk dikenang tetapi juga untuk dijaga relevansinya di tengah modernitas.
Melalui pesan WhatsApp yang diterima oleh Sekjen PERWIRA-LPMT Andi Dahrul, Andi Syamsul Rijal turut memberikan pandangan meski tidak hadir secara langsung. Ia menawarkan beberapa strategi untuk PERWIRA-LPMT tahun 2025: penguatan jaringan wija La Patau, partisipasi dalam berbagai festival budaya, hingga inventarisasi potensi budaya yang masih tersimpan. Pesannya dibaca dengan khidmat, menambah semangat para wija untuk melangkah lebih jauh.
Sunset di Samudra Momen Kontemplasi
Ketika matahari perlahan tenggelam, suasana berubah menjadi lebih khusyuk. Warna jingga memeluk langit, menciptakan pemandangan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Para wija, dalam diam, seolah merenungkan makna perjalanan mereka. Di tengah luasnya samudra, mereka menyadari betapa kecilnya mereka sebagai individu, tetapi betapa kuatnya mereka ketika bersatu.
Kapal terus melaju, seolah membawa semangat baru. Rapat kerja itu bukan hanya tentang membahas rencana, tetapi juga tentang memperkuat ikatan, merawat tradisi, dan memupuk harapan. Mereka menyadari bahwa tugas menjaga budaya adalah tugas yang mulia, tetapi juga penuh tantangan. Namun, dengan kebersamaan, tidak ada tantangan yang terlalu besar untuk dihadapi.
Ketika malam mulai menyelimuti langit, rapat kerja itu ditutup dengan rasa syukur. Para wija turun dari kapal dengan hati yang lebih ringan, tetapi pikiran yang lebih dalam. Mereka membawa pulang semangat baru, sebuah gagasan besar yang lahir dari perjalanan ini: “Harmoni dalam Tradisi, Semangat untuk Masa Depan.”
Di tepian Pantai Losari yang kini telah berubah rupa, mereka menyadari bahwa meski zaman terus bergulir, tradisi mereka tetap abadi, seperti laut yang setia menemani perjalanan manusia dari masa ke masa.