Cenrana sebagai kelanjutan sungai Walennae memiliki lembah-lembah sungai yang subur dan merupakan salah satu jalur penting transportasi dan komunikasi antara daratan tengah Sulawesi Selatan dan Teluk Bone.
Pada lokasi lembah sungai Walennae dan Cenrana inilah (okupasi) oleh manusia dilakukan secara intensif dan berlangsung kurun waktu yang lama. Pada jalur inilah Bone sebagai kerajaan Bugis yang berkembang pada abad-abad selanjutnya.
Situs Cenrana secara administratif berada di desa Nagauleng dan desa Ujung Tanah Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone. Situs ini terkait erat dengan masa pemerintahan raja Bone ke-16 yaitu La Patau Matanna Tikka, Sultan Alimuddin Idris (1696-1714).
Data awal yang terhimpun dari situs cenrana yaitu terdapat bekas istana, benteng, dan sumur tua serta data artefaktual berupa fragmen keramik, gerabah, dan mata uang logam. Hal itu menandakan daerah Bone memiliki potensi besar tinggalan arkeologis.
Informasi yang ada menyebutkan, bahwa ibukota Bone hanya satu yaitu Lalebbata. Sekarang berada di Kecamatan Tanete Riattang tidak berpindah-pindah tempat.
Di situs Lalebbata terdapat peninggalan arkeologi berupa dua buah benteng. Pada satu di antaranya terdapat makam raja Bone dan benteng di Bajoe dekat pantai Teluk Bone dan juga masjid kuno.
Bone adalah salah satu kerajaan Bugis terkuat. Dalam lontara’ disebutkan kerajaan Bone mulai tumbuh pada abad ke-14 setelah tokoh tomanurung turun dari langit dan melakukan perkawinan di alam fana serta membentuk dinasti.