Tindak lanjut Geopark Wallanae Soppeng, Menelisik Leang Codong Citta Di Penghujung Tahun 2023

Pengurus Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka (PERWIRA LPMT) mengunjungi salah satu situr bersejarah Soppeng yaitu Gua atau Leang Codong di Citta Soppeng untuk menindaklanjuti program Geopark Wallanae yang telah dicanangkan pada acara Gau Maraja La Patau Soppeng pada bulan Juli 2023.lalu dengan kolaborasi bersama PERWIRA LPMT, Pemkab Soppeng, Balai Pelestarian Kebudayaan XIX Sulselra & Universitas Hasanuddin.

Kunjungan diawali dengan silaturrahmi dengan Bupati Soppeng Andi Kaswadi Razak dan Andi Tantu Datu Galib, Pemangku Adat Kedatuan Soppeng pada tanggal 30 Desember, lalu pada pagi hari tim PERWIRA LPMT menuju Situs Megalitik Lawo, kemudian ke situs Paleolitik Talepu dan terakhir ke Situs Paleometalik Leang Codong di Citta.

Sebagaimana diketahui bahwa Soppeng adalah salah satu tempat penting di Sulawesi Selatan yang menandai awal kehidupan manusia dan kabupaten Soppeng yang dikenal sekarang sesungguhnya telah melalui perjalanan sejarah kebudayaan yang begitu panjang.

Dr. van Stein Callenfells di Leang Codong (29/08/1937)

Daerah yang paling banyak mendapat perhatian untuk penelitian arkeologi maupun geologi, yaitu sepanjang depresi Sungai Walennae. Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya baik dari kalangan peneliti asing maupun maupun peneliti Indonesia semakin mempertegas kedudukan Soppeng dalam cakupan wilayah penelitian prasejarah hingga Kolonial.

Penelitian awal di kawasan depresi Walennae telah dilakukan pada tahun 1937 di Gua atau Leang Codong oleh Dr. PV van Stein Callenfels yang merupakan seorang arkeolog yang dikenal sebagai peneliti kjokkenmoddinger dan abris sous roche di Indonesia.

Atas sumbangannya itu, ia bahkan disebut sebagai Bapak Prasejarah Indonesia yang memelopori kajian ilmu prasejarah di Indonesia.

Salah satu studi meja oleh Balai Arkeologi Sulsel yg dirilis tahun 2020 (Fakhri, dkk.) lalu disimpulkan bahwa temuan gigi manusia dari Situs Gua Codong memiliki karakteristik gigi Sinodont yang berkorelasi dengan ukuran dan morfologi gigi manusia prasejarah dari masa Jomon di Asia Timur Jepang. desk studi tersebut juga menunjukkan adanya kronologi hunian Situs Gua Codong telah diokupasi oleh dua komunitas yang berbeda dan strategi subsistensi yang berlaku bagi masyarakat Gua Codong adalah pencarian makan bercocok tanam yang diperkenalkan oleh ras mongoloid berpenutur bahasa Austronesia.

Kebiasaan ini dapat diidentifikasi dari ukuran gigi yang tidak terlalu besar, bahkan cenderung kecil. Bellwood kemudian menggolongkan masyarakat ini sebagai cikal bakal Bugis dan Makassar. Ini selaras dengan penelitian M. Hafdal (2022) di Unhas yang menyimpulkan bahwa dari gambaran perbedaan pola makan berdasarkan skor dan derajat kemiringan yang tersisan pada temuan gigi lepas di Situs Leang Codong yang berada pad periode paleometalik mengindikasikan sebuah budaya bercocok tanam.***

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *