Perkumpulan Wija Raja (Perwira) Bone La Patau Matanna Tikka sukses menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD).
FGD yang dihadiri sejumlah pejabat maupun tokoh tersebut digelar di sHotel Novena Watampone, Bone pada Rabu (4/5/2022).
Diketahui, Bone merupakan salah satu daerah besar, yang memiliki nilai besar adat dan budaya.
Jangankan daerah lain nusantara, Bone juga dikenal sebagai sebuah kerajaan besar yang dulunya sangat dihargai, bahkan terkenal hingga luar negeri.
Dengan demikian, kegiatan FGD ini diselenggarakan guna menguatkan lembaga adat daerah Bone.
Pada pelaksanaan kegiatan FGD ini turut diikuti oleh unsur pemerintah, LSM, jurnalis dan pemerhati budaya di kabupaten Bone .
Menghadirkan pemateri Prof Andi Kasmawati Rahmab, Prof. Asri Jaya, Dr. Muhlis Hadrawi, Dr. Yadi Mulyadi dan Dr Andi Akhmar , Drs. Ahmad Saransi, MSi serta Andi Sofyan Hadi.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Perwira, Sapri Pamulu sesuai rilis yang diterima Tribun-timur.com, Jumat (6/5/2022).
Sapri Pamulu menyampaikan tiga kegiatan yang diadakan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi tudang sipulung pada Pertemuan Akbar Sedunia WIJA Puatta La Patau Matanna Tikka, Raja Bone ke-16 diakhir tahun lalu.
Dirut BUMN Indah Karya (Persero) ini melaporkan, kegiatan ini juga untuk mendukung Pemkab Bone dalam upaya pemajuan kebudayaan di Bone khususnya dalam rangka membumikan Bone sebagai Soul of Bugis.
Kegiatan lainnya yang digagas Perwira adalah menerbitkan 2 buku dari 24 buku harian (lontaraq bilang) raja-raja Bone dari periode tahun 1660 sampai tahun 1910.
Bupati Bone Andi Fashar Padjalangi, mengatakan, sejak dulu Bone sangat terkenal begitu besar.
Namun sekarang berbeda dan akan kembali menjadi lebih besar.
“Namun jangan membentuk kerajaan, sebab kita jadi kerdil. Tapi untuk peningkatan kebudayaan misalnya lembaga adat, sangat menjadi prioritas,” kata dia.
Lebih lanjut kata Fahsar, dahulu dirinya sempat ditawari, sebelum jadi bupati.
Tetapi, dirinya lebih mendahulukan Andi Baso Hamid dengan alasan kerabat keluarga yang masih dituakan.
”Awalnya saya sempat ditawari dulu, tapi lebih memberikan kepada Baso Hamid sebagai yang masih lebih tua,” bebernya.
Tak hanya itu, Bupati Fahsar juga menginginkan agar nantinya lembaga adat daerah Bone diberikan legal atau produk hukum seperti Perda.
“Harus legal sebagai produk hukum. Sejauh mana pekerjaan dewan adat dan siapa yang bisa masuk,” cetusnya.
Itulah yang harus kita pikirkan secara bersama-sama. Secara pribadi sebagai wija keturunan, Bupati Bone ingin meletakkan suatu kerangka tentang adat dan budaya dan semoga pemimpin kedepan bisa melanjutkan.
Sementara itu, Pakar Geologi dan Geopark dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Asri Jaya menuturkan bahwa wisata, geologi, budaya menjadi kawasan geopark. Termasuk songkok recca dari pohon mana hingga culture diversity.
”Salah satu geologi yang unik di Indonesia ada di Sulsel. Seperti potensi air panas dan sejumlah cagar dan benteng tua,” kata Prof Asri.
Tak hanya itu saja, Dr. Yadi yang merupakan Dosen Arkeologi FIB Unhas juga mengatakan, falsafah geopark mampu menciptakan kedekatan antara manusia dan alam.
”Harus lahir dari masyarakat bukan dari pemerintah, warisan geologi,” ujarnya.
Selain itu menurut Yadi, jika ingin melihat geopark di Indonesia, sebenarnya ada di Bone.
Pada prinsip memuliakan bumi dan menyejahterakan masyarakat, itulah geopark taman bumi yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi.
“Harus ada SDM yang unggul, dan Unhas senantiasa komitmen. Peningkatan kesejahteraan tanpa merusak alam. Nilai gotong royong yang terimplmentasi dalam konsep kekinian,” kata ebolan Jepang ini.
Menutup Kegiatan ini , pakar filologi Unhas Dr. Muhlis Hadrwai dan Arsiparis Sejarawan, Drs Ahmad Saransi, MSi. membedah buku harian raja Bone ke-16 La Patau Matanna Tikka yang merekam berbagai peristiwa dalam masa pemerintahannya sebagai Arumpone. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Cara Perwira Bone Kuatkan Lembaga Adat Daerah, Fashar Padjalangi Singgung Pembentukan Kerajaan, https://makassar.tribunnews.com/2022/05/06/cara-perwira-bone-kuatkan-lembaga-adat-daerah-fashar-padjalangi-singgung-pembentukan-kerajaan?page=3.